Kamis, 18 Desember 2014

PENERAPAN BIOINFORMATIKA DALAM BIDANG BUDIDAYA PERAIRAN

PENERAPAN BIOINFORMATIKA DALAM BIDANG BUDIDAYA PERAIRAN
Bioinformatika adalah ilmu yang mempelajari teknik komputasional untuk pengelola dan menganalisis informasi biologis. Bidang ini mencakup penerapam metode-metode matematika, statistic, dan informatika untuk memecahkan masalah-masalah biologis, terutama dengan menggunakan sekuens DNA dan asam amino serta informasi yang berkaitan dengannya. Contoh topic utama bidang ini meliputi basis data untuk mengelola informasi biologis , penyejajaran sekuens (sequence alignment), prediksi struktur untuk meramalkan bentuk struktur protein maupun struktur sekunder RNA, analisis filogenetik, dan analisis ekspresi gen.
Istilah bioinformatika milai dikemukakan pada pertengahan abad 1980-an untuk mengacu pada penerapan computer dalam biologi. Namun demikian, penerapam bidang-bidang dalam bioinformatika seperti pembuatan basis data dan pengembangan algoritma untuk analisis sekuens biologis sudah dilakukan sejak 1960-an. Berikut adalah beberapa contih penerapan bioinformatika dalam bidang budidaya:
A.  Teknologi ekspresi protein
Produksi protein rekombinan sedang hangat dalam bidang bioteknologi. Ada berbagai metoda yang dapat dipilih sebagai sistem ekspresi antara lain pendekatan bakterial, yeast (ragi),  sel insekta maupun transgenik. Banyak produk sebagai contoh hormon, gonadotropin dan enzym telah digunakan dalam akuakultur. Ekspresi antigen untuk pengembangan vaksin mewakili pula kegiatan dalam bidang ini.
B.  Mikrosatelit, RFLP, Analisis QTL
Teknologi “sidik jari” DNA dan pemetaan DNA semakin mempermudah perkembangan ilmu dalam akuakultur.  Teknologi tersebut digunakan untuk identifikasi stok, seleksi dalam kegiatan breeding, dan mengidentifikasi gen yang penting dalam akuakultur seperti pertumbuhan dan resistensi terhadap penyakit. Pemetaan dan karakterisasi gen semakin dipermudah dengan adanya teknologi QTL (Quantitative Trait Loci).
C.  Vaksin DNA
Kegiatan ini melibatkan pengunaan DNA untuk mengekspresikan antigen dalam inang sebagai bagian dari proses vaksinasi. Teknologi ini telah diterapkan dalam skala penelitian pada rainbow trout dan hasilnya sangat bagus. Ketika di uji tantang dengan virus IHNV, hampir 100% ikan dengan  perlakuan teknologi ini selamat dan perlakuan kontrol 85-90% mengalami kematian.
D.  Chip DNA
Teknologi baru ini mampu menganalisa ekspresi ribuan gen dalam satu microchip. Teknologi ini berkembang pesat dan telah diaplikasikan untuk ekspresi gen, pemetaan, penemuan gen, diagnosa genetik. Dalam akuakultur sudah ada beberapa grup riset yang menggunakan teknologi ini untuk meneliti ekspresi gen pada ikan.  
E.  Proteomics
Proteomic adalah ilmu yang mempelajari sifat protein (tingkat ekspresi,  interaksi, modifikasi setelah translasi dan lainnya) dalam skala besar untuk memperoleh pandangan jelas dan terintegrasi sebagai contoh untuk mengetahui proses yang menyebabkan penyakit, meneliti proses-proses dalam sel, networking pada skala protein. Teknologi ini adalah kombinasi dari elektroforesis “2D” polyacrilamide gel dengan spektrometer. Ditunjang oleh teknologi komputer untuk mengolah data dan bioinformatika, teknologi ini menjadi metoda yang cepat dan sensitif untuk mengetahui karakterisasi protein. Kesimpulannya teknologi ini bisa mengidentifikasi protein yang dapat berperan untuk penemuan obat, theurapeutics dan lainnya.

F.   Teknologi Transgenik
Teknologi transgenik telah digunakan sejak 1980 dan sekarang berkembang memproduksi makhluk hidup dengan fenotip yang diinginkan. Dalam bidang akuakultur teknologi ini berguna untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan; mengatur kematangan gonad, diferensiasi sex dan sterilitas; meningkatkan resistensi terhadap pathogen; mengadaptasi ikan terhadap lingkungan baru (freeze resistance!); merubah karakteristik biokimia dari daging ikan sehingga menciptakan rasa daging yang diinginkan; mengubah jalur metabolisme sehingga terjadi efisiensi pakan.

SUMBER:  http://dendyperdana.blogspot.com/2013/04/penerapan-bioinformatika-dalam-bidang.html



Selasa, 16 Desember 2014

Peranan SIG dalam Bidang Perikanan dan Kelautan

Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu sistem yang mempunyai basis computerisasi yang berfungsi untuk menyimpan, mengelola, menganalisis, dan dapat mengaktifkan kembali data yang telah mempunyai referensi keuangan, untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanan. SIG dapat mengintegrasikan system operasi database seperti querty dan analisis statistic dengan keuntungan analisis geografis yang ditawarkan dalam bentuk peta. Sistem Informasi Pemetaan (Informasi Spesial) yang dapat membedakan dengan sistem informasi yang lainnya seperti database. SIG dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik spasial dari data-data yang terdiri dari beberapa lapis digital. Perhitungan perubahan spasial dapat dilakukan melalui analisis tumpang susun (overly analysis).
SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan  dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan,  menyimpan dan menganalisa objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi  merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG  merupakan system komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani  data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan  pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran. Secara prinsip tujuan umum pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan input, manipulasi, pengelolaan, query, analysis, visualisasi.
Konsep SIG sebagai sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, social ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan  kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, biasanya berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan yang diinginkan user.
Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam lima komponen utama yaitu Perangkat keras (Hardware), Perangkat Lunak (Software), Pemakai (User), Data, Metode. Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu:
Ø  Data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x, y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
Ø  Data non-spasial, disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo Profesional 8.0. MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.  
Tujuan dilakukannya pembuatan aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan yaitu
1.      Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bias ditangkap
2.      jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
3.      Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan
4.       mengetahui area dimanaikan bias tertangkap dalam jumlah yang besar
Salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikandapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas.


Berikut beberapa Kegunaan SIG dalam Ekosistem Pesisir dan Perikanan :
1.     Data mengenai kandungan klorofil dan suhu permukaan air laut yang diperoleh dari NOAA AVRR yang memiliki fungsi sebagai prakiraan perikanan untuk melihat kondisi ikan secara akurat.
2.      Data Warna Laut :Memberikan informasi ketersediaan makanan dalam kolom air.
3.     Data Suhu: Menggambarkan lingkungan laut.
4.     Dengan teknik boundaries/fronts/gradients dari klorofil dan SPL dapat memperoleh hasil yang meningkat antara 70-100% dalam perikanan pelagis/ ikan yang ada di dasar dan ikan-ikan demersal.
5.     Digunakan dalam evaluasi potensi lahan pengembangan obyek pariwisataperikanan.
6.     Digunakan untuk mempercepat dan mempermudah penataan ruang (pemetaan potensi) sumberdaya wilayah pesisir yang sesuai dengan dayadukunglingkungannya.
Sumber: http://msp0958tagianto.blogspot.com/


Senin, 15 Desember 2014

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERIKANAN DAN KELAUTAN


Monitoring Control and Surve illance (MCS) merupakan sistem yang telah dipergunakan di banyak Negara. Di dunia internasional MCS ini dikelola secara bersama-sama sejak tahun 2001. Organisasa MCS internasional mengkoordinasikan dan menjalani kerjasama diantara anggotanya untuk seing mencegah, menghalangi dan menghapas IUU  illegal fishing. Indonesia sendiri , telah merintis sistem MCS. Namun masih bersifat parsial dalam bagian-bagian yang berdiri sendiri-sendiri serta bersifat sektoral. Berdasarkan scenario kebijakan optimistik, pengembangan sistem MCS secara terintregasi, dengan dukungan pemerintah pada pengembangan MCS kelautan dan perikanan menjadi wajib. MCS merupakan salah satu persyaratan pokok dalam pengelolaan sumberdaya laut.
Ada tiga komponen dari MCS yang melibatkan teknologi informasi secara khusus yaitu Vessel Monitoring System (VMS) atau yang lebih dikenal dengan sistem pemantauan kapal perikanan berbasis satelit. VMS ini dilaksanakan untuk memantau pergerakan kapal-kapal perikanan. Dalam kaitan ini DKP telah melakukan pengkajian terhadap beberapa proposal pengembangan VMS di Indonesia, antara lian dari USA, Australia, dan Perancis. Pada tanggal 2 Januari 2002 DKP telah menerima surat dari Pemerintah Prancis mengenai persetujuan soft loan untuk VMS sebesar 9,83 million Euros. VMS berfungsi untuk lalulintas kapal yang beredar diseliruh wilayah Indonesia. Cara kerja sistem ini akan melihat sitiap kapal yang sudah memiliki izin penangkapan ikan dengan ukuran tertentu. Setiap kapal ini akan diberi transponder untuk di pasang di kapalnya. Sehingga, pergerakan kapal akan terpantau lewat satelit yang menangkap sinyal dari transponder. Hasil pencitraan satelit akan diteruskan di unit pengawasan satelit di Perancis. Lalu, dikirimkan ke Network Opration Center (NOC)di kawasan Kuningan ,Jakarta.
Melalui sistem ini juga akan terlihat apabila ada kapal asing atau kapal yang tidak memiliki izin. Selain itu juga VMS dapat menyajikan data-data kegiatan kapal, sehingga pemerintah bisa memberi pengawasan khusus kepada armada yng dinilai melakukan kegiatan mencurigakan. Namun, disisi lain VMS hanya bisa di akses oleh kalangan tertentu saja. Hanya direktorat yang berwenang yang bisa mengakses. Ironisnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan perikanan belum memasang transmitter pada kapal perikanan. Padahal pemerintah telah melahirkan ketentuan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, dimana setiap kapal perikanan penangkapan maupun pengankut di wajibkan untuk memasang transmitter Vessel Monitoring system. Kebijakan ini secara jelas telah terdapat dalam Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan, Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangka dan Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaran Sistem Pemuatan kapal Perikanan, yang mengamanatkan kewajiban kapal-kapal perikanan untuk memasang transmitter Vessel Monitoring system.
permasalahan itu setidaknya disebabkan oleh kesadaran yang kurang terhadap pengelola perikanan secara bertanggung jawab oleh pihak perusahaan, atau juga penyedia alat VMS (biaya) yang cenderung memberatkan perusahaan karena bagi kapal-kapal yang berukuran di atas 60 GT diwajibkan untuk memasang transmitter Vessel Monitoring system. Sehingga pemilik kapal / Perysahaan kapal berkewajiban untuk membeli, memasang transmitter serta membayar airtimenya sendiri. Terlepas dari permasalahan tersebut, pengguna teknologi informasi telah menyentuh dunia perikanan dan kelautan Indonesia. Metode semacam ini telah sejak lama diterapkan oleh Amerika Serikat dan beberapa Negara yang kaya akan potensi laut seperti halnya Jepang.
Selain penggunaan teknologi informasi dalam bentuk MVS, pada MCS juga ada Computerezed Data Base (CDB). CDB merupakan alat komunikasi yang dilengkapi dengan computer sehingga dapat mengirim data-data hasil penangkapan ikan di pelabuhan-pelabuhan perikanan tipe pelabuhan perikanan samudra, pelabuhan perikanan nusantara, dan pelabuhab perikanan pantaisecara selektif. Sistem ini setidaknya telah berada dilebih lima belas pelabuhan di Indonesia. Perikanan dan kelautan Indonesia, setahap demi setahap telah memaksimalkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui teknologi informasi dan komunikasi. Walaupun penggunaan teknologi tersebut berawal dari kurang maksimalnya pengawasan di wilayah laut Indonesia sehingga menuntut untuk penggunaan Teknologi Informasi.
Masih banyak lagi sumbangan TI yang bisa di gunakan untuk dunia perikanan dan kelautan di Indonesia, seperti pemaksimalan penggunaan radar pantai buat anak negeri ataupun pemaksimalan menumbuhkan semangat untuk tetap menjaga milik negeri di tiap anak-anak bangsa. Inilah bukti nyata sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk perikanan dan kelautan negeri ini.
sumber: http://fahrurrahman88.blogspot.com/2012/10/peranan-teknologi-informasi-bagi.html